Serangan panik mungkin adalah gejala-gejala dari suatu anxiety disorder (kelainan ketakutan). Serangan-serangan ini adalah persoalan kesehatan yang serius di Amerika dan dinegara ini paling sedikit 1,7% dari orang dewasanya atau 3 juta penduduk akan mendapat serangan panik suatu waktu dalam kehidupannya. Gejala-gejalanya adalah berbeda sangat mencolok dari tipe-tipe ketakutan lainnya dimana serangan panik datangnya sangat tiba-tiba dan tidak diduga, sepertinya tidak terprovokasi dan sering kali melumpuhkan.
Serangan panik dapat terjadi kapan saja bahkan waktu tidur sekalipun. Umumnya serangan akan memuncak dalam waktu 10 menit, namun beberapa gejala akan berlangsung lebih lama.
Kriteria penting untuk
diagnosis gangguan
panik, tanpa agoraphobia menurut Diagnostik
dan Statistik Manual,
Edisi Keempat
(DSM-IV) (American Psychiatric Association, 1994) adalah sejarah berulang serangan
panik yang
tak terduga (KriteriaA.1), dengan setidaknya salah satu serangan panik telah diikuti oleh 1
bulan (a) perhatian terus-menerus, (b) khawatir tentang konsekuensi atau implikasi dari serangan panik, atau (c) signifikan perubahan perilaku karena serangan panik. Presentasi tidak harus menyertakan agoraphobia (Kriteria B), dan serangan panik bukan karena penggunaan zat atau kondisi medis umum (CriterionC), atau gangguan kejiwaan (CriterionD).
Terdapat sebuah kasus, seorang wanita paruh baya bernama Jane melaporkan bahwa dia mengalami serangan panik atau pannic attack setiap harinya. Dengan reaksi Fisiologis nyeri dada, sesak napas, pusing, luka
bakar hidung, keringat tiba-tiba, dan mati rasa di tangan. Serangan itu sering dia rasakan ketika berada di tempatnya bekerja, di rumah, dan di tempat umum. Dia melaporkan bahwa serangan
panik itu
menjadi bermasalah di
tempat kerjanya, dan majikannya telah berkomentar tentang kondisinya. Jane mengeluh telah mengalami serangan panik ini selama10 tahun, dia telah bertemu dengan 7 terapis tetapi tidak ada yang berhasil menyembuhkan gangguan paniknya.
Dilihat dari keluhan Jane dengan reaksi fisiologis nyeri dada, sesak nafas, pusing, keringat tiba-tiba dan mati rasa di tangan, kemudian dilihat dari panduan DSM IV gejala yang di alami oleh Jane termasuk ke dalam kriteria seseorang yang mempunyai gangguan pannic attack. Sehingga Jane diharuskan menjalani terapi untuk menyembuhkannya.
Banyak macam-macam jenis pendekatan yang bisa dilakukan, diantaranya yaitu:
1. Pendekatan-Pendekatan Psikodinamika
Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi. Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa kecemasan klien merupakan simbolisasi dari konflik dalam diri mereka. Dengan adanya simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari menghabiskan energi untuk melakukan represi. Dengan demikian ego dapat memberi perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Begitu juga dengan yang modern, akan tetapi yang modern lebih menjajaki sumber kecemasan yang berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada hubungan masa lampau. Selain itu mereka mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih adaptif.
2. Pendekatan-Pendekatan Humanistik
Para tokoh humanistik percaya bahwa kecemasan itu berasal dari represi sosial diri kita yang sesungguhnya. Kecemasan terjadi bila ketidaksadaran antara inner self seseorang yang sesungguhnya dan kedok sosialnya mendekat ke taraf kesadaran. Oleh sebab itu terapis-terapis humanistik bertujuan membantu orang untuk memahami dan mengekspresikan bakat-bakat serta perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya. Sebagai akibatnya, klien menjadi bebas untuk menemukan dan menerima diri mereka yang sesunggguhnya dan tidak bereaksi dengan kecemasan bila perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya dan kebutuhan-kebutuhan mereka mulai muncul ke permukaan.
3. Pendekatan-Pendekatan Biologis
Pendekatan ini biasanya menggunakan variasi obat-obatan untuk mengobati gangguan kecemasan. Diantaranya golongan benzodiazepine, Valium dan Xanax (alprazolam). Meskipun benzodiazepine mempunyai efek menenangkan, tetapi dapat mengakibatkan depensi fisik.
Obat antidepresi mempunyai efek antikecemasan dan antipanik selain juga mempunyai efek antidepresi.
4. Pendekatan-Pendekatan Belajar
Efektifitas penanganan kecemasan dengan pendekatan belajar telah banyak dibenarkan oleh beberapa riset. Inti dari pendekatan belajar adalah usaha untuk membantu individu menjadi lebih efektif dalam menghadapi situasi yang menjadi penyebab munculnya kecemasan tersebut. Ada beberapa macam model terapi dalam pendekatan belajar, diantaranya:
a. Pemaparan Gradual
Metode ini membantu mengatasi fobia ataupun kecemasan melalui pendekatan setapak demi setapak dari pemaparan aktual terhadap stimulus fobik. Efektifitas terapi pemaparan sudah sangat terbukti, membuat terapi ini sebagai terapi pilihan untuk menangani fobia spesifik. Pemaparan gradual juga banyak dipakai pada penanganan agorafobia. Terapi bersifat bertahap menghadapkan individu yang agorafobik kepada situasi stimulus yang makin menakutkan, sasaran akhirnya adalah kesuksesan individu ketika dihadapkan pada tahap terakhir yang merupakan tahap terberat tanpa ada perasaan tidak nyaman dan tanpa suatu dorongan untuk menghindar. Keuntungan dari pemaparan gradual adalah hasilnya yang dapat bertahan lama. Cara Menanggulangi ataupun cara membantu memperkecil kecemasan:
b. Rekonstruksi Pikiran
Yaitu membantu individu untuk berpikir secara logis apa yang terjadi sebenarnya. biasanya digunakan pada seorang psikolog terhadap penderita fobia.
c. Flooding
Yaitu individu dibantu dengan memberikan stimulus yang paling membuatnya takut dan dikondisikan sedemikan rupa serta memaksa individu yang menderita anxiety untuk menghadapinya sendiri.
d. Terapi Kognitif
Terapi yang dilakukan adalah melalui pendekatan terapi perilaku rasional-emotif, terapi kognitif menunjukkan kepada individu dengan fobia sosial bahwa kebutuhan-kebutuhan irrasional untuk penerimaan-penerimaan sosial dan perfeksionisme melahirkan kecemasan yang tidak perlu dalam interaksi sosial. Kunci terapeutik adalah menghilangkan kebutuhan berlebih dalam penerimaan sosial. Terapi kognitif berusaha mengoreksi keyakinan-keyakinan yang disfungsional. Misalnya, orang dengan fobia sosial mungkin berpikir bahwa tidak ada seorangpun dalam suatu pesta yang ingin bercakap-cakap dengannya dan bahwa mereka akhirnya akan kesepian dan terisolasi sepanjang sisa hidup mereka. Terapi kognitif membantu mereka untuk mengenali cacat-cacat logis dalam pikiran mereka dan membantu mereka untuk melihat situasi secara rasional. Salah satu contoh tekhnik kognitif adalah restrukturisasi kognitif, suatu proses dimana terapis membantu klien mencari pikiran-pikiran dan mencari alternatif rasional sehingga mereka bisa belajar menghadapi situasi pembangkit kecemasan.
e. Terapi Kognitif Behavioral (CBT)
Terapi ini memadukan tehnik-tehnik behavioral seperti pemaparan dan tehnik-tehnik kognitif seperti restrukturisasi kognitif. Beberapa gangguan kecemasan yang mungkin dapat dikaji dengan penggunaan CBT antara lain : fobia sosial, gangguan stres pasca trauma, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik.
Pada fobia sosial, terapis membantu membimbing mereka selama percobaan pada pemaparan dan secara bertahap menarik dukungan langsung sehingga klien mampu menghadapi sendiri situasi tersebut
Dapat disimpulkan bahwa gejala panic attack yaitu:
- Denyut jantung yang cepat
- Nyeri dada
- Gangguan perut
- Pusing, mual
- Sesak napas, rasa tercekik
- Rasa perih atau mati rasa di tangan
- Flushes atau chills
- Sensasi seperti mimpi atau perceptual distortions
- Teror: Suatu kesadaran bahwa sesuatu yang tidak terbayangkan menakutkan akan terjadi dan sesorang tidak berdaya untuk mencegahnya
- Takut kehilangan kontrol dan melakukan sesuatu yang memalukan
- Takut mati
Jika anda merasakan gejala di atas secara berulang-ulang, segeralah berkonsultasi kepada dokter atau psikolog, karena jika tidak ditanggulangi sejak dini akan berdampak fatal bagi diri anda.
REFERENSI
Supratinya,A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.
REFERENSI
Supratinya,A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.
Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT. Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar