Sabtu, 10 Maret 2012

Pola Asuh Patogenik


Apakah kalian merasa sebagai seorang anak telah di didik dengan baik oleh orang tua sehingga menjadi seperti sekarang ini? ataukah anda merasa bahwa orangtua anda tidak mendidik dengan baik sehingga membuat anda yang sekarang tidak menjadi jauh lebih baik? atau anda sebagai orangtua merasa telah mendidik anak dengan baik? dengan pola asuh yang anda terapkan apakah si anak menjadi anak yang anda harapkan atau tidak?

Setiap orangtua memiliki gaya mengasuh anak yang berbeda-beda, ada orangtua yang merasa nyaman dengan pola asuh orangtuanya dahulu kemudian menerapkan kepada anaknya, tetapi ada orangtua yang merasa tidak nyaman dengan pola asuh yang diterimanya, maka untuk mendidik anaknya dia bisa lebih baik lagi.

Baumirnd (Santrock,2003) menekankan tiga jenis cara dalam pengasuhan, yaitu:

1.      Authoritarian

Yaitu gaya pengasuhan yang membatasi dan bersifat menghukum, yang menuntut anak untuk mengikuti petunjuk orang tua tanpa disertai penjelasan dan kesempatan pada anak untuk mengutarakan keinginannya. Orangtua seperti ini membuat batasan dan kendali yang tegas terhadap anak-anaknya dan hanya melakukan sedikit komunikasi verbal. Komunikasi dalam pola asuh ini bersifat satu arah, yaitu bersumber hanya dari orangtua.

2.     Authoritative

Pola pengasuhan ini mendorong dan membebaskan anak tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan atau perilaku anak. Dalam pola pengasuhan ini, komunikasi yang terjadi bersifat dua arah yaitu dari orangtua kepada anak dan anak kepada orangtua.

3.     Permissive

Ada dua macam pengasuhan permisif, yaitu permisif memanjakan dan permisif tidak peduli (Maccoby & Martin). Gaya pengasuhan permisif tidak peduli adalah suatu pola asuh orangtua sangat tidak ikut canpur dalam kehidupan anak. Orangtua dengan gaya seperti ini biasanya tidak peduli anaknya bergaul dengan siapa dan selalu bermain dimana. Sedangkan gaya pengasuhan permisif memanjakan adalah suatu pola dimana orangtua sangat terlibat dengan anak tetapi sedikit menuntut atau mengendalikan mereka. Orangtua yang bersifat permisif memanjakan akan mengijinkan anak melakukan apa yang mereka inginkan.

Selain ketiga pola asuh yang dijelaskan oleh Baumirnd, terdapat salah satu pola asuh yang juga mempengaruhi perkembangan anak dan perlu di waspadai oleh para orangtua untuk mendidik anaknya. Pola asuh tersebut adalah pola asuh patogenik. Pola asuh patogenik adalah pola asuh yang tidak sehat sehingga memicu anak menunjukan perilaku menyimpang. Ada beberapa kriteria pola asuh patogenik, diantaranya adalah:

1.      Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya.

Dalam kriteria yang pertama ini, orangtua memberikan pengawasan yang berlebihan kepada anak, sehingga orangtua terkesan overprotective. Misalnya orangtua selalu menemani anak berpergian kemana saja atau selalu menelpon anaknya setiap satu jam sekali untuk memastikan bahwa dia dalam keadaan baik-baik saja.

2.     Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”.

Disini orangtua bersikap otoriter, anak harus selalu menurut kepada apa yang dikatakan dan diinginkan orangtuanya. Komunikasi yang terjadi hanya satu arah saja, dari orangtua kepada anaknya.

3.     Penolakan (rejected child).

Orangtua tidak mengharapkan kehadiran seorang anak, sehingga orangtua bersikap cuek tetrhadap anaknya. Misalnya, seorang ayah yang menginginkan anak laki-laki tetapi yang lahir adalah anak perempuan sehingga anak menjadi merasa tidak dianggap oleh keluarganya dan terasingkan.

4.     Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi.

Misalnya orangtua yang terlalu religius, mereka akan mendidik anaknya dengan aturan-aturan agamanya. Sebagai contoh, orangtua yang memiliki anak perempuan tidak boleh pacaran karena di dalam ajaran agamanya pacaran itu dilarang.

5.     Disiplin yang terlalu keras.

Misalnya orangtua membuat peraturan anak dalam kesehariannya, dan tidak memberikan waktu main selain hari libur. 

6.     Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan .

Terdapat perbedaan peraturan antara ayah dan ibu, misalnya ayah melarang anaknya untuk pulang lebih dari jam 7 malam, sedangkan ibunya mengizinkan anaknya pulang lebih dari jam 7 malam. Hal yang seperti ini akan membuat anak bingung harus menuruti perintah siapa.

7.     Perselisihan antara ayah-ibu.

Seorang anak yang selalu melihat orangtuanya bertengkar akan akan memberikan dampak psikologis pada anak. anak akan lebih agresif terhadap orang-orang sekitar karena sering melihat adanya perselisihan yang terjadi antara ayah dan ibunya. 

8.    Perceraian.

Orangtua yang bercerai akan memberikan dampak atau trauma yang mendalam terhadap anak. anak akan lebih hati-hati atau bahkan takut dalam memilih pasangan nantinya.

9.     Persaingan yang kurang sehat diantara para saudaranya.

Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Misalnya seorang kakak yang  memiliki kecerdasan lebih, dalam bidang akademik dia mendapatkan prestasi yang sangat baik. Sedangkan adik memiliki kecerdasan yang biasa-biasa saja. Orangtua akan memberikan perhatian yang lebih kepada kakak untuk menunjang peningkatan prestasinya, memberikan pujian-pujian serta kasih sayang lebih. Disini akan terjadi kecemburuan pada seorang adik. Adik akan melakukan berbagai cara untuk mendapat perhatian lebih sebagimana orangtu memberikan perhatian kepada kakaknya.

10.      Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral).
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang membentuk bagaimana kepribadian seorang anak. Anak akan meniru apa yang dilakukan orangtuanya. Sebagai contoh orangtua yang selalu berkata kasar atau berperilaku kasar, maka anak akan menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh orangtuanya merupakan sesuatu hal yang biasa dan meniru apa yang dilakukan orangtuanya.

11.  Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak).

Misalnya, ayah sangat menginginkan anaknya menjadi dokter tetapi anak tidak mempunyai minat dan bakat untuk menjadi dokter atau ayahnya dulu sangat menginginkan menjadi dokter tetapi tidak terealisasikan sehingga menuntut anaknya untuk mewujudkan cita-cita ayahnya yang tidak tersampaikan tanpa mendengarkan persetujuan dari anaknya. 

12.       Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-psikotik).

Orangtua yang memiliki gangguan jiwa akan memberikan dampak psikologis pada perkembangan anak. Karena orangtua tersebut tidak dapat memberikan hal-hal yang sebagaimana pada umumnya  orangtua lain berikan kepada anak, dan hal tersebut membpengaruhi perkembangan psikologis pada anak.

Begitulah kriteria pola asuh patogenik, bagi para orangtua atau calon ayah dan ibu hendaknya perhatikan lagi bagaimana penerapan pola asuh yang akan diterapkan kepada anaknya karena hal ini akan mempengaruhi perkembangan anak. Atau jika anda merasa orangtua anda memiliki pola asuh dengan kriteria yang diatas, segeralah perbaiki hubungan anda dengan orangtua, jika anda tidak bisa mengubahnya, silahkan anda berkonsultasi dengan psikolog terdekat, tidak ada kata terlambat jika memang anda ingin merubahnya, as soon as posible ;).

referensi:
Santrock, John W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Ed. 6. Jakarta: Erlangga.
Maramis, W.F. 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

Minggu, 04 Maret 2012

Serangan Panik (Panic Attacks)



Serangan panik mungkin adalah gejala-gejala dari suatu anxiety disorder (kelainan ketakutan). Serangan-serangan ini adalah persoalan kesehatan yang serius di Amerika dan dinegara ini paling sedikit 1,7% dari orang dewasanya atau 3 juta penduduk akan mendapat serangan panik suatu waktu dalam kehidupannya. Gejala-gejalanya adalah berbeda sangat mencolok dari tipe-tipe ketakutan lainnya dimana serangan panik datangnya sangat tiba-tiba dan tidak diduga, sepertinya tidak terprovokasi dan sering kali melumpuhkan.
Serangan panik dapat terjadi kapan saja bahkan waktu tidur sekalipun. Umumnya serangan akan memuncak dalam waktu 10 menit, namun beberapa gejala akan berlangsung lebih lama.

Kriteria penting untuk diagnosis gangguan panik, tanpa agoraphobia menurut Diagnostik dan Statistik Manual, Edisi Keempat (DSM-IV) (American Psychiatric Association, 1994) adalah sejarah berulang serangan panik yang tak terduga (KriteriaA.1), dengan setidaknya salah satu serangan panik telah diikuti oleh 1 bulan (a) perhatian terus-menerus, (b) khawatir tentang konsekuensi atau implikasi dari serangan panik, atau (c) signifikan perubahan perilaku karena serangan panik. Presentasi tidak harus menyertakan agoraphobia (Kriteria B), dan serangan panik bukan karena penggunaan zat atau kondisi medis umum (CriterionC), atau gangguan kejiwaan (CriterionD).

Terdapat sebuah kasus, seorang wanita paruh baya bernama Jane melaporkan bahwa dia mengalami serangan panik atau pannic attack setiap harinya. Dengan reaksi Fisiologis nyeri dada, sesak napas, pusing, luka bakar hidung, keringat tiba-tiba, dan mati rasa di tangan. Serangan itu sering dia rasakan ketika berada di tempatnya bekerja, di rumah, dan di tempat umum. Dia melaporkan bahwa serangan panik itu menjadi bermasalah di tempat kerjanyadan majikannya telah berkomentar tentang kondisinya. Jane mengeluh telah mengalami serangan panik ini selama10 tahun, dia telah bertemu dengan 7 terapis tetapi tidak ada yang berhasil menyembuhkan gangguan paniknya. 

Dilihat dari keluhan Jane dengan reaksi fisiologis nyeri dada, sesak nafas, pusing, keringat tiba-tiba dan mati rasa di tangan, kemudian dilihat dari panduan DSM IV gejala yang di alami oleh Jane termasuk ke dalam kriteria seseorang yang mempunyai gangguan pannic attack. Sehingga Jane diharuskan menjalani terapi untuk menyembuhkannya.


Banyak macam-macam jenis pendekatan yang bisa dilakukan, diantaranya yaitu:


1. Pendekatan-Pendekatan Psikodinamika

Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi. Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa kecemasan klien merupakan simbolisasi dari konflik dalam diri mereka. Dengan adanya simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari menghabiskan energi untuk melakukan represi. Dengan demikian ego dapat memberi perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Begitu juga dengan yang modern, akan tetapi yang modern lebih menjajaki sumber kecemasan yang berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada hubungan masa lampau. Selain itu mereka mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih adaptif.

2. Pendekatan-Pendekatan Humanistik

Para tokoh humanistik percaya bahwa kecemasan itu berasal dari represi sosial diri kita yang sesungguhnya. Kecemasan terjadi bila ketidaksadaran antara inner self seseorang yang sesungguhnya dan kedok sosialnya mendekat ke taraf kesadaran. Oleh sebab itu terapis-terapis humanistik bertujuan membantu orang untuk memahami dan mengekspresikan bakat-bakat serta perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya. Sebagai akibatnya, klien menjadi bebas untuk menemukan dan menerima diri mereka yang sesunggguhnya dan tidak bereaksi dengan kecemasan bila perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya dan kebutuhan-kebutuhan mereka mulai muncul ke permukaan.

3. Pendekatan-Pendekatan Biologis


Pendekatan ini biasanya menggunakan variasi obat-obatan untuk mengobati gangguan kecemasan. Diantaranya golongan benzodiazepine, Valium dan Xanax (alprazolam). Meskipun benzodiazepine mempunyai efek menenangkan, tetapi dapat mengakibatkan depensi fisik.
Obat antidepresi mempunyai efek antikecemasan dan antipanik selain juga mempunyai efek antidepresi.

4. Pendekatan-Pendekatan Belajar

Efektifitas penanganan kecemasan dengan pendekatan belajar telah banyak dibenarkan oleh beberapa riset. Inti dari pendekatan belajar adalah usaha untuk membantu individu menjadi lebih efektif dalam menghadapi situasi yang menjadi penyebab munculnya kecemasan tersebut. Ada beberapa macam model terapi dalam pendekatan belajar, diantaranya:

a. Pemaparan Gradual

Metode ini membantu mengatasi fobia ataupun kecemasan melalui pendekatan setapak demi setapak dari pemaparan aktual terhadap stimulus fobik. Efektifitas terapi pemaparan sudah sangat terbukti, membuat terapi ini sebagai terapi pilihan untuk menangani fobia spesifik. Pemaparan gradual juga banyak dipakai pada penanganan agorafobia. Terapi bersifat bertahap menghadapkan individu yang agorafobik kepada situasi stimulus yang makin menakutkan, sasaran akhirnya adalah kesuksesan individu ketika dihadapkan pada tahap terakhir yang merupakan tahap terberat tanpa ada perasaan tidak nyaman dan tanpa suatu dorongan untuk menghindar. Keuntungan dari pemaparan gradual adalah hasilnya yang dapat bertahan lama. Cara Menanggulangi ataupun cara membantu memperkecil kecemasan:

b. Rekonstruksi Pikiran

Yaitu membantu individu untuk berpikir secara logis apa yang terjadi sebenarnya. biasanya digunakan pada seorang psikolog terhadap penderita fobia.

c. Flooding

Yaitu individu dibantu dengan memberikan stimulus yang paling membuatnya takut dan dikondisikan sedemikan rupa serta memaksa individu yang menderita anxiety untuk menghadapinya sendiri.

d. Terapi Kognitif


Terapi yang dilakukan adalah melalui pendekatan terapi perilaku rasional-emotif, terapi kognitif menunjukkan kepada individu dengan fobia sosial bahwa kebutuhan-kebutuhan irrasional untuk penerimaan-penerimaan sosial dan perfeksionisme melahirkan kecemasan yang tidak perlu dalam interaksi sosial. Kunci terapeutik adalah menghilangkan kebutuhan berlebih dalam penerimaan sosial. Terapi kognitif berusaha mengoreksi keyakinan-keyakinan yang disfungsional. Misalnya, orang dengan fobia sosial mungkin berpikir bahwa tidak ada seorangpun dalam suatu pesta yang ingin bercakap-cakap dengannya dan bahwa mereka akhirnya akan kesepian dan terisolasi sepanjang sisa hidup mereka. Terapi kognitif membantu mereka untuk mengenali cacat-cacat logis dalam pikiran mereka dan membantu mereka untuk melihat situasi secara rasional. Salah satu contoh tekhnik kognitif adalah restrukturisasi kognitif, suatu proses dimana terapis membantu klien mencari pikiran-pikiran dan mencari alternatif rasional sehingga mereka bisa belajar menghadapi situasi pembangkit kecemasan.

e. Terapi Kognitif Behavioral (CBT)

Terapi ini memadukan tehnik-tehnik behavioral seperti pemaparan dan tehnik-tehnik kognitif seperti restrukturisasi kognitif. Beberapa gangguan kecemasan yang mungkin dapat dikaji dengan penggunaan CBT antara lain : fobia sosial, gangguan stres pasca trauma, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik.
Pada fobia sosial, terapis membantu membimbing mereka selama percobaan pada pemaparan dan secara bertahap menarik dukungan langsung sehingga klien mampu menghadapi sendiri situasi tersebut


Dapat disimpulkan bahwa gejala panic attack yaitu:



- Denyut jantung yang cepat
- Nyeri dada
- Gangguan perut
- Pusing, mual
- Sesak napas, rasa tercekik
- Rasa perih atau mati rasa di tangan
- Flushes atau chills
- Sensasi seperti mimpi atau perceptual distortions
- Teror: Suatu kesadaran bahwa sesuatu yang tidak terbayangkan menakutkan akan terjadi dan sesorang tidak berdaya untuk mencegahnya
- Takut kehilangan kontrol dan melakukan sesuatu yang memalukan
- Takut mati
Jika anda merasakan gejala di atas secara berulang-ulang, segeralah berkonsultasi kepada dokter atau psikolog, karena jika tidak ditanggulangi sejak dini akan berdampak fatal bagi diri anda.


REFERENSI


Supratinya,A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.

Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT. Refika Aditama.

case analysis Ryan


Namanya Very Idham Henyaksyah atau biasa dipanggil Ryan (30), walaupun dikenal pernah menjadi guru ngaji dan pendiam, di luar lingkungan rumahnya, Ryan dicap sebagai pembuat onar. Bahkan dia sempat mencuri HP milik member Fitness Marcella Gymnastic di daerah Jombang, Jatim.
Kedatangnya ke Jakarta adalah ingin menjadi model yang "bisa dipakai" yang bisa disebut "Bispak".  Sampai akhirnya dia berkenalan dengan Novel di Margonda, Setelah sekian lama berkenalan Ryan secara resmi menjadi pacarnya Novel. Sosok Ryan yang bengis dan cenderung psikopat mulai terkuak saat ia menjadi tersangka kasus mutilasi Heri Santoso (40). Tubuh Heri Santoso ditemukan terpotong-potong menjadi tujuh bagian di daerah Ragunan.  Polisi kemudian menyelidiki kasus ini dan sampai pada kesimpulan, Ryan-lah pembunuhnya.
Menurut pengakuan Ryan, ia membunuh Heri Santoso karena kesal pada Heri yang mencoba 'menawar' Novel, pacarnya. Ketika Heri sedang main ke apartemen Ryan, Heri sempat melihat foto Novel. Dia langsung jatuh hati padanya dan ingin berkencan. 
Ryan merasa tersinggung, terjadilah cekcok yang berujung kematian Heri Santoso. Di kamarnya di apartemen di Jalan Margonda,  Depok, 11 Juli 2007,  Ryan kemudian memotong tubuh Heri menjadi tujuh bagian.  Lalu dengan menggunakan taksi, Ryan membuang potongan tubuh itu ke daerah Ragunan.
Identifikasi
Sebelum kita menentukan apakah Ryan ini termasuk abnormal yaitu memiliki gangguan psikologis atau hanya memiliki hambatan psikologis, ada tiga kriteria yang harus dipenuhi Ryan. Kriterianya adalah sebagai berikut :
  • Disfungsi Psikologis : menjalankan peran/fungsi dalam kehidupan ; integrasi aspek kognitif,afektif,konatif/psikomotorik.
  • Distres ; Impairment (Hendaya) menunjukkan pada keadaan “merusak” dirinya baik secara fisik or psikologis.
  • Respon Atipikal (Secara Kultural Tidak Diharapkan) Reaksi yang tidak sesuai dengan keadaan sosio kultural yang berlaku.
Kembali lagi ke topik masalah yaitu Ryan, setelah membaca sekilas masalah yang di tulis oleh Yayat di atas, sekarang kita akan mengidentifikasi sesuai dengan kriteria abnormal. Pertama disfungsi psikologis, Ryan mengalami rasa cemburu yang berlebihan karena takut pacarnya akan direbut oleh orang lain. Perasaan Ryan membuatnya mendorong untuk membunuh Heri karena Ryan merasa cemburu ada seseorang yang menyukai pacarnya.

Kedua, Distres. Secara fisik Ryan tidak melumpuhkan bagian tubuhnya atau merusaknya. tetapi secara psikologis Ryan mengalami gangguan yaitu selalu berfikiran negatif dimana takut pacarnya akan di rebut oleh orang lain sehingga membuat Ryan membunuh orang-orang yang dicintainya.

Ketiga, respon atipikal. Dalam budaya Indonesia, "homoseksual" masih belum bisa dibilang normal seperti di negara luar, sehingga masyarakat menganggap bahwa perilaku Ryan sangat meresahkan ditambah dengan pembunuhan yang dilakukannya membuat masyarakat semakin memandang Ryan adalah seorang penjahat.

Setelah kita identifikasi, Ryan memiliki tiga kriteria tersebut. Sehingga Ryan termasuk golongan abnormal.

Perbedaan Konseling dan Psikoterapi


A.    Pengertian Psikologi Konseling
Pada zaman yang semakin berkembang ini, sering menghadapkan individu kepada persoalan persoalan rumit dan sukar untuk dipecahkan. Seorang individu dalam proses perkembangannya akan melewati tahap-tahap baik itu dari ukuran fisik atau non-fisik. Masa melewati tahap-tahap ini terkadang menjadi sebuah problem untuk sebagian individu. Oleh karenanya mereka membutuhkan bantuan agar dapat lebih memahami dan memecahkan problem tersebut. Maka muncul sebuah solusi berupa psikologi konseling yang kemudian akan sedikit memberikan bantuan berupa pemberian informasi-informasi kepada individu yang mengalami problem-problem tersebut.
Secara bahasa Psikologi berasal dari 2 kata yaitu, psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya ilmu. Jadi secara umum Psikologi lebih dikenal dengan arti Ilmu Jiwa. Namun, seiring berkembangnya aliran-aliran dalam Psikologi maka, banyak ahli yang lebih setuju dengan definisi Psikologi sebagai ilmu tentang perilaku dan mental. sedangkan Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu counselium, artinya ”bersama” atau ”bicara bersama” . Kemudian dalam bahasa Anglo-Saxon istilah konseling berasal dari sellan yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan” . 
Dalam buku Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, Abubakar Baraja mengatakan bahwa, “..Psikologi koseling juga dikenal sebagai suatu proses yang terus menerus. Sehingga dapat dikatakan sifat dari psikologi konseling adalah Membantu..”. Proses yang terus menerus ini berarti berangsurnya proses pemulihan problem yang dialami individu ketika individu tersebut secara aktif berpatisasi dalam proses konseling. 
Diambil dari buku Abubakar Baraja dengan judul yang sama. Gustard, seorang ahli dalam bidang Psikologi Konseling mencirikan Psikologi Konseling kedalam 3 kategori :
1.      Peserta; umumnya berjumlah minimal 2 orang (konselor dan Klien), dan bisa juga berkelompok, dengan peranan atau afiliasi profesional khusus (ahli-ahli pada masing-masing bidang).
2.      Tujuan; yaitu untuk dapat menyesuaikan diri kearah yang terbaik dan berfungsi meningkat. Kemudian dalam hal ini Psikologi Konseling menekankan..
3.      Hasil belajar; seperti, keterampilan yang ditingkatkan. 
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antarab dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.
Psikologi Konseling sebagai sebuah proses pemberian Informasi, sangat membantu individu dalam mencoba alternatif untuk keluar dari problem yang menyertai kehidupan. Sehingga diharapkan problem yang selalu menyertai semua individu dapat diminimalisir.
Menurut buku karangan Sofyan Wills, tujuan konseling yaitu:
1.      Menangkap isu sentral atau pesan utama klien.
Konselor harus mampu menangkap isu utama yang menjadi masalah penting klien.
2.      Utamakan tujuan klien.
Tanggung jawab utama konselor mendorong klien mengembangkan potensi kekuatan, kemampuan klien mengarahkan nasibnya sendiri, dengan kata lain tujuan klien adalah tujuan konselor itu sendiri.
Diharapkan setelah menjalani konseling, klien dapat:
1.      Effective daily living.
Setelah selesai proses konseling klien harus dapat menjalani kehidupan sehari-hari secara efektif.
2.      Relationship with other.
Klien mampu menjalani hubungan dengan orang lain di lingkungan keluarga, sekolah atau kantor.


Dalam bukunya Jannete Murad, Gladding mengatakan bahwa konseling terkait dengan:
·         Keprihatinan pada kesejahteraan, pertumnbuhan pribadi karier dan juga patologi. Dengan perkataan lain berkaitan dengan bidang yang melibatkan hubungan antara manusia.
·         Untuk orang-orang yang dianggap masih berfungsi mormal.
·         Berdasar teori dan berlangsung secara terstruktur.
·         Suatu proses dimana klien belajar bagaimana membuat keputusan dan memformulasikan cara baru untuk bertingkah laku.
Kemudian Gladding kembali menjabarkan hal-hal yang terkait dengan psikoterapi, yaitu:
  • Berhubungan dengan masalah gangguan jiwa yang serius.
  • Lebih menekankan pada masa lalu dari pada yang terjadi sekarang.
  •  Lebih menekankan pada insight dari pada perubahan.
  • Terapis menyembunyikan dan tidak memberikan nilai-nilai dan perasaan.
  • Hubungan jangka panjang (20-40 sesi)

Konseling adalah suatu profesi, artinya yang dapat melakukan konseling adalahorang mendapat pendidikan untuk melakukan konseling dan melalui proses sertifikasi dan yang mendapatkan lisensi untuk melakukan konseling.

B.     Persamaan dan Perbedaan Konseling dan Terapi

Persamaan :
-          dasar : teori, metode & data ilmiah yang telah dikaji secara empirik (observasi, wawancara, test, teori2)
-          teknik2 ilmiah : pembicaraan, latihan2
-          aturan : biaya, waktu, tempat, alat2,

 

Perbedaan


Konseling

Psikoterapi
Kurang  intensif
Lebih intensif
preventif
Kuratif / reapartif
Fokus : edukasi, vocational, perkembangan
Fokus : remedial
Setting : sekolah, industri, social work,
Setting : rumah sakit, klinik, praktek pribadi,
Jumlah intervensi kurang
Jumlah intervensi banyak
supportive
rekonstructive
Penekanan “normal”
/ masalah ringan
Penekanan “disfungsi” / masalah berat
Short term
Long term





    • Brammer Abergo & Shostrom (1993), dijelaskan bahwa terlihat perbedaan konseling dan terapi, terutama pada kedalaman analisis masalah yang terdapat, juga ada penekanan pada perbedaan subjek untuk konseling dan terapi. Konseling menekankan pada hal-hal yang sadar dan masa sekarang, sedangkan terapi pada masa lalu.

Sifat gangguan yang ditangani oleh konseling dan terapi juga berbeda, pada konseling lebih kepada masalah-masalah yang membutuhkan pemecahan masalah sedangkan terapi menangani masalah-masalah disfungsi atau gangguan emosional yang parah.
Menurut Hansen, Stevic dan Warner (1986), masalah yang ditangan oleh konseling lebih kepada hubungan interpersonal dan berkaitan dengan masalah peran. Misalnya bagaimana seorang perempuan yang menikah dan bekerja membagi waktu untuk dirinya sendiri, suami dan anak-amaknya, bagaimana ia yang berperan sebagai anak dari orangtuanya, hal yang seperti inilah yang termasuk kedalam lingkup konseling.

Referensi:
Wills, Sofyan. 2007.  Konseling & Indifidual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
Lesmana, J. Murad. 2006. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI Press.